28.8.08

Eksplorasi Tambang di Freeport


Investasi juga dikenal dengan istilah penanaman modal. Konsep penanaman modal inilah yang sering dikampanyekan oleh pemerintah untuk menarik minat investor baik domestik maupun internasional. Konsep ini telah lama digunakan pemerintah republik ini sejak tahun 1967 dengan disyahkannya UU No 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA). Saat ini undang-undang tersebut mengalami penyempurnaan dengan ditetapkannya UU No 25 tahun 2007 sebagai undang-undang yang baru mengenai penanaman modal asing.
Saat ini banyak negara-negara berkembang yang terjebak dengan masalah penanaman modal. Berharap akan terdapat pertumbuhan ekonomi atau bertambahnya kesejahteraan malahan membuat semakin melaratnya negara tersebut. Kelompok Neo Strukturalis yang dimotori oleh Lance Taylor, Buffie, Bacha serta Van Wijnbergen berpendapat bahwa modal asing serta bantuan luar negeri hanya menyptakan suatu pola ketergantungan (depedency) terhadap negara maju. Bantuan luar negeri seperti yang ditunjukkan dalam penelitian empiris telah menghilangkan kesempatan untuk munculnya sumber-sumber dana domestik, dan disamping itu juga akan menimbulkan demonstration effect yang berbahaya bagi kondisi perekonomian, sosial dan politik negara yang bersangkutan.
Kelompok pemikir yang tergabung dalam penganut teori dependensia mengajukan dua hipotesis penting (Imariakasih, 1982). Pertama, semakin banyak suatu negara bergantung pada penanaman modal asing dan bantuan luar negeri maka semakin berkurang pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan. Kedua, semakin banyak negara bergantung kepada penanaman modal asing dan bantuan luar negeri maka semakin besar perbedaan penghasilan dan pemerataan ekonomi yang tidak tercapai.
Sudah tidak bisa dipungkiri lagi jika pergerakan para investor internasional dengan kepemilikan dananya di banyak negara telah turut memengaruhi aktivitas perekonomian di berbagai negara bahkan kawasan. Keterlibatan mereka sangat kompleks dengan berbagai manuver politik dan bisnis telah menciptakan suatu pola yang menarik untuk diamati dan dilakukan pengkajian.
Indonesia sendiri dijuluki sebagai zamrud khatulistiwa yang diakui sebagai negara yang kaya akan sumberdaya alamnya, sampai saat ini masih terbelunggu oleh suatu bentuk sistem neo kolonialisme-imperialisme. Salah satu bentuknya adalah penanaman modal asing. Kemakmuran yang diidam-idamkan seakan-akan hanya sebuh mimpi, utopis karena sebagian besar kekayaan Indonesia telah terkungkung, terkooptasi oleh berbagai macam varian dari bentuk neo kolonialisme-imperialisme. Ironis memang, tetapi realita yang terjadi seperti itu adanya. Dengan dalih memercepat pertumbuhan ekonomi nasional, mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang terjadi malah semakin terpuruk, melarat di tanah airnya sendiri.
Salah satu kasusnya adalah mengenai penambangan di Freeport yang memiliki berbagai masalah yang tak kunjung selesai sampai saat ini. Kasus Freeport adalah sebuah kasus perusahaan pertambangan yang beroperasi di provinsi Papua, tepatnya di Timika, yang dampaknya menimbulkan masalah kerusakan lingkungan dan pelanggaran HAM. Dalam kasus tersebut rakyat melakukan perlawanan karena kehadiran perusahaan tambang itu bukannya membawa kesejahteraan nyata bagi kehidupan masyarakat Papua khususnya suku Amungme yang wilayahnya menjadi lokasi eksploitasi, namun juga karena hadirnya perusahaan itu malah hanya menciptakan marjinalisasi dan krisis sosial serta pengrusakan dan percemaran lingkungan.