25.4.08

Resensi Film "A Beautiful Mind"


Pemikiran manusia seringkali mengalami suatu dinamisasi, entah itu mengarah pada kemajuan atau bahkan kemunduran. Pemikiran merupakan proses perdeban antara kita dengan diri kita. Secara sadar ataupun tidak sadar kita pasti melakukan hal tersebut.
Tokoh utama dalam film ini bernama John Nash. Ia adalah seorang ilmuwan matematika yang tentunya lebih sering mengutak-atik angka. Kehidupan pun ia jabarkan dengan angka-angka. Hal inilah yang menghadapkan ia dengan penyakit psikologisnya. Hingga akhirnya ia selalu dihantui oleh mimpi ataupun fantasinya. Dalam fantasinya ia seolah-olah berada dalam keanggotaan rahasia (intel) departemen pertahanan Amerika Serikat yang sedang melakukan spionase ataupun pelacakan terhadap pemboman yang akan dilakukan Rusia. Penyakit ini dinamakan schizophrenia yang memiliki gejala-gejala paranoid terhadap sekitarnya.
Tak ada obat yang mampu menyembuhkan penyakit sejenis ini, hanyalah lingkungan ataupun kesadaran dari seseorang tersebut. Seringkali dilakukan suatu langkah pengobatan, namun selalu berakhir dengan nilai nol besar. Setiap kali pengobatan nantinya ia akan kembali pada situasi yang serba fantasi, kesemuan belaka. Hingga pada suatu ketika istrinya yang bernama Allicia melakukan dekonstruksi ulang terkait fantasinya itu.

17.4.08

Globalisasi dan Kemiskinan

Terdapat banyak perbincangan akademik tentang fenomena globalisasi sebagai sesuatu yang benar. Walaupun penggunaan istilah ini meluas, ramai pengarang mengatakan bahwa ciri-ciri yang diatribusi kepada globalisasi telah dilihat dalam detik lain bersejarah. Juga, ramai menggambarkan bahwa ciri-ciri bersangkutan seperti perdagangan antar bangsa dan peranan lebih penting swasta antar bangsa tidak begitu mendalam sebagaimana disangka.
Setengah pengarang lebih menyukai istilah keantar bangsaan daripada globalisasi. Dalam keantar bangsaan, peran yang dimainkan negara-negara lebih besar, dimana globalisasi dalam bentuknya yang paling sempurna menghapuskan keperluan negara. Maka, mereka mengatakan bahwa negara dalam arti luas, jauh daripada dimaksudkan, dan proses globalisasi tidak berlaku. Ada yang berpendirian bahwa globalisasi adalah geografi khayalan yaitu, satu alat politik neo-liberalis, yang mencoba menggunakan setengah pandangan dan wacana politik dunia untuk menjustifikasi agenda politik mereka.
Kemiskinan bukan akses globalisasi. Begitu Hernando de Soto, seorang pemikir ekonomi dunia asal Peru, menegaskan. Kemiskinan di dunia. Katanya, bukanlah akibat akses globalisasi dan kapitalisme. Kemiskinan dan globalisasi memang sudah lama menjadi bahan perdebatan, bukan hanya di kalangan ekonom-ekonom dalam negeri, tapi juga dunia. Perdebatannya pun tak pernah jauh dari bagaimana dampak globalisasi terhadap kemiskinan; menekan kemiskinan atau justru memperbesar kemiskinan.
Sejak proses globalisasi mulai berlangsung, kondisi kehidupan di hampir semua negara terkesan meningkat, apalagi jika diukur dengan indikator-indikator lebih luas. Namun, seringkali pula peningkatan itu hanya ada dalam hitung-hitungan di atas kertas. Negara-negara maju dan kuat memang bisa meraih keuntungan, tapi tidak negara-negara berkembang dan miskin.

Agama dalam perspektif Marx


Kecenderungan utama filsafat Marx yang materialistis betapa pun diklaim sebagai paham ilmiah – adalah ateistik. Marx sendiri sejak awal kehadirannya dalam dunia filsafat mengaku sudah menjadi ateis. Dalam tesis doktornya di Universitas Jena sambil mengutip ucapan Promatheus – dewa yang melakukan makar terhadap Zeus –bahwa ia tidak mau mengakui adanya Allah serta melakukan kepada ilah-ilah. Pendeknya aku menaruh dendam terhadap semua ilah “in sooth, all goods I hate”. Hal ini nantinya kan berpengaruh dalam kehidupan selanjutnya dan menentukan sikap filosofis maupun politisnya. Dalam Masyarkat Eropa, Marx memberi sorotan terhadap agama sebagai bagian besar dari gejala sosial, yang dimasukkan dalam kelompok wilayah “bangunan atas” dari struktur kehidupan masyarakat. Agama dalam hal ini Kristen, terlembagakan menjadi seperangkat kekuatan sosial, para pendeta dan pembesar gereja telah bersekutu dengan penguasa represif. Fungsinya telah diubah citranya menjadi alat “meninabobokkan” dengan janji penyelamatan diatas kelaparan dan penderitaan massa.

14.4.08

Goresan Hidup

Hari ini adalah perjalanan panjangdari hari yang telah usai. Hari-hari yang telah kulalui menggoreskan banyak warna kehidupan. Hitam, putih, abu-abu menyatu bersama dinamisnya waktu. Memiliki arti tersendiriDalam proses pendewasaan yang telah aku lalui. Ritme waktu yang berjalan Seolah enggan menengok ke belakang Terus berjalan tanpa henti Menuju sebuah kehidupan abadi nan jauh disana Harapan terbalut kecemasan Bermula dari ketidakpastiaan Menanti suatu kepastian Inilah hidup... Dan aku kan berlari menggapainya